Ketika kita bertambah dewasa, akankah semua sakit hati dan penyesalan  terlihat seperti kanak2 yang perlahan melenyap?
Ketika kita bergerak maju, akankah semua cinta yg dulu menggelegak  perlahan bergeser memberi ruang untuk yang baru?
Lalu kenapa terasa menakutkan?
Karena tidak mungkin kita menolak kedewasaan, betapa bodohnya kita.
Tapi jika untuk menjadi dewasa itu berarti kehilanganmu, lalu kenapa  terasa menakutkan, menyakitkan?
Aku ingin menahanmu untuk tinggal di sini, akan jadi terlalu egois.
Kenapa tidak bisa tetap seperti siklus yang dulu? Aku menyukainya, aku  adalah siklus itu.
Ketika hanya kau, aku, dan tawa yg kita bagi. Hei, itu saja cukup.
Tapi tampaknya, entah kapan, kita masing-masing berhenti bahagia, dan  itu menyakitkan.
Aku tidak mempersalahkan, aku hanya menahan rindu
Kalau aku menangis, kumohon maaf di dalamnya, seandainya saja kau ada di  sini
Aku bukan kebaikan, aku bukan kecantikan, aku bukan tanpa noda.
Tapi yang terlambat kusadari, adalah kaupun tidak bisa menjadi seperti  itu, dan ketika tertengadah, kau mulai melangkah
Dewasalah, katamu, dewasalah, aku sayang padamu, jadilah dewasa, mohonmu  lagi.
Maafkan keegoisanku, aku jatuh kesekian kali, dan kali ini, ketika aku  berusaha menyamai langkahmu, kau selalu semil lebih, dan aku  terengah-engah
Aku tidak bisa bilang kembalilah, tunggu aku, akan jadi terlalu egois
Bahkan meluapkan yang sedikit dari yang sesungguhnya pun, akan jadi  terlalu konyol
Aku memahamimu
Bicara saja pada Tuhan, lalu kenapa, Tuhan?
Mungkin Tuhan ingin sesuatu dariku, dan darimu, dan bukan dari kita  disatukan
Kita dulu satu tim mimpi, tapi mimpipun ada saatnya kita terbangun.
Hanya saja, seringkali kumohonkan dalam doa
Kuingin terbangun di sampingmu.
Lalu semua kenapa lenyap bersama kanak-kanak 
Menyisakan siklus baru untuk bermimpi bersamamu
Aku ingin itu saja
 
 
No comments:
Post a Comment